| Ketua Umum | : Suhardi |
| Sekretaris Jendral | : Ahmad Muzani |
| Didirikan | : 6 Februari 2008 |
| Kantor pusat | : DKI Jakarta |
| Ideologi | : Pancasila |
| Kursi di DPR (2009) | : 26 / 560 |
| Situs web | : www.partaigerindra.or.id |
Partai Gerakan Indonesia Raya, atau Partai Gerindra,
adalah sebuah partai politik di Indonesia yang diketuai oleh Prof. Dr.
Ir Suhardi M.Sc, seorang dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. Partai Gerindra berdiri pada tanggal 6 Februari 2008.
Dalam Pemilu 2009, partai Gerindra mendapatkan 26 kursi di
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Partai Gerindra mengusung Prabowo Subianto selaku Ketua Dewan Pembina sebagai calon presiden.
Sejarah Partai Gerindra
Bermula dari Keprihatinan, Partai
Gerindra lahir untuk mengangkat rakyat dari jerat kemelaratan, akibat
permainan orang-orang yang tidak peduli pada kesejahteraan.
Dalam sebuah perjalanan menuju Bandara
Soekarno-Hatta, terjadi obrolan antara intelektual muda Fadli Zon dan
pengusaha Hashim Djojohadikusumo. Ketika itu, November 2007, keduanya
membahas politik terkini, yang jauh dari nilai-nilai demokrasi
sesungguhnya. Demokrasi sudah dibajak oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab dan memiliki kapital besar. Akibatnya, rakyat hanya
jadi alat. Bahkan, siapapun yang tidak memiliki kekuasaan ekonomi dan
politik akan dengan mudah jadi korban. Kebetulan, salah satu korban itu
adalah Hashim sendiri. Dia diperkarakan ke pengadilan dengan tudingan
mencuri benda-benda purbakala dari Museum radya Pustaka, Solo, Jawa
tengah. “Padahal Pak Hashim ingin melestarikan benda-benda cagar
budaya,“ kata Fadli mengenang peristiwa itu. Bila keadaan ini dibiarkan,
negara hanya akan diperintah oleh para mafia. Fadli Zon lalu mengutip
kata-kata politisi inggris abad kedelapan belas, Edmund Burke: “The only
thing necessary for the triumph [of evil] is for good men to do
nothing.” Dalam terjemahan bebasnya, “kalau orang baik-baik tidak
berbuat apa-apa, maka para penjahat yang akan bertindak.“ terinspirasi
oleh kata-kata tersebut, Hashim pun setuju bila ada sebuah partai baru
yang memberikan haluan baru dan harapan baru. Tujuannya tidak lain, agar
negara ini bisa diperintah oleh manusia yang memerhatikan kesejahteraan
rakyat, bukan untuk kepentingan golongannya saja. Sementara kondisi
yang sedang berjalan, justru memaksakan demokrasi di tengah
himpitan kemiskinan, yang hanya berujung pada kekacauan.
Gagasan pendirian partai pun kemudian
diwacanakan di lingkaran orang-orang Hashim dan Prabowo. Rupanya, tidak
semua setuju. Ada pula yang menolak, dengan alasan bila ingin ikut
terlibat dalam proses politik sebaiknya ikut saja pada partai politik
yang ada. Kebetulan, Prabowo adalah
anggota Dewan Penasihat Partai Golkar, sehingga bisa mencalonkan diri
maju menjadi ketua umum. Namun, ketika itu Ketua Umum Partai Golkar Jusuf
Kalla adalah wakil presiden mendampingi Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. “Mana mau Jusuf Kalla memberikan jabatan Ketua Umum
Golkar kepada Prabowo?” kata Fadli.
Setelah perdebatan cukup panjang dan
alot, akhirnya disepakati perlu ada partai baru yang benar-benar
memiliki manifesto perjuangan demi kesejahteraan rakyat.
Untuk mematangkan konsep partai, pada Desember 2007, di sebuah rumah,
yang menjadi markas IPS (Institute for Policy Studies) di Bendungan
Hilir, berkumpulah sejumlah nama. Selain Fadli Zon, hadir pula Ahmad
Muzani, M. Asrian Mirza, Amran Nasution, Halida Hatta, Tanya Alwi dan
Haris Bobihoe. Mereka membicarakan anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga (AD/ART) partai yang akan dibentuk. “Pembahasan dilakukan siang
dan malam,” kenang Fadli. Karena padatnya jadwal pembuatan AD/ART ,
akhirnya fisik Fadli ambruk juga. Lelaki yang menjabat sebagai Direktur
Eksekutif di IPS ini harus dirawat di rumah sakit selama dua minggu.
Fadli tidak tahu lagi bagaimana
kelanjutan partai baru ini. Bahkan dia merasa pesimistis bahwa gagasan
pembentukan partai baru itu akan terus berlanjut. Namun diluar dugaan,
ketika Hashim datang menjenguk di rumah sakit, Hashim tetap antusias
pada gagasan awal untuk mendirikan partai politik. Akhirnya, pembentukan
partai pun terus dilakukan secara maraton. Hingga akhirnya, nama
Gerindra muncul, diciptakan oleh Hashim sendiri. Sedangkan lambang
kepala burung garuda digagas oleh Prabowo Subianto.
Pembentukan Partai Gerindra terbilang mendesak. Sebab dideklarasikan berdekatan dengan waktu pendaftaran dan masa kampanye pemilihan
umum, yakni pada 6 Februari 2008. Dalam deklarasi itu, termaktub visi,
misi dan manifesto perjuangan partai, yakni terwujudnya tatanan
masyarakat indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil
dan makmur serta beradab dan berketuhanan yang berlandaskan Pancasila
sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD NRI tahun 1945.
Budaya bangsa dan wawasan kebangsaan
harus menjadi modal utama untuk mengeratkan persatuan dan kesatuan.
Sehingga perbedaan di antara kita justru menjadi rahmat dan menjadi
kekuatan bangsa indonesia. Namun demikian mayoritas rakyat masih
berkubang dalam penderitaan, sistem politik kita tidak mampu merumuskan
dan melaksanakan perekonomian nasional untuk mengangkat harkat dan
martabat mayoritas bangsa indonesia dari kemelaratan. Bahkan dalam upaya
membangun bangsa, kita terjebak dalam sistem ekonomi pasar. Sistem
ekonomi pasar telah memporak-porandakan perekonomian bangsa, yang
menyebabkan situasi yang sulit bagi kehidupan rakyat dan bangsa. Hal
itu berakibat menggelembungnya jumlah rakyat yang miskin dan menganggur.
Pada situasi demikian, tidak ada pilihan lain bagi bangsa indonesia ini
kecuali harus menciptakan suasana kemandirian bangsa dengan membangun
sistem ekonomi kerakyatan.
Nah, Partai Gerindra terpanggil untuk
memberikan pengabdiannya bagi bangsa dan negara dan bertekad
memperjuangkan kemakmuran dan keadilan di segala bidang.
Kisah Gerindra dan Kepala Garuda
Memberi nama partai politik
gampang-gampang susah. Karena nama partai berkaitan dengan persepsi yang
akan diingat oleh masyarakat selaku konstituen. Sebelum nama Gerindra
muncul, para pendiri partai ini seperti Prabowo Subianto, Hashim
Djojohadikusumo, Fadli Zon dan Muchdi Pr juga harus memikirkan nama yang
tepat. Ketika itu di Bangkok, Thailand, mereka berkumpul untuk acara
Sea Games Desember 2007, demi mendukung tim indonesia, terutama polo dan
pencak silat yang berhasil lolos untuk dipertandingkan di sana.
Kebetulan Prabowo adalah ketua IPSI
(Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia). Namun ajang kumpul-kumpul
tersebut kemudian dimanfaatkan untuk membahas nama dan lambang partai.
Nama partai harus memperlihatkan karakter dan ideologi yang nasio-nalis
dan kerakyatan sebagaimana manifesto Gerindra. tersebutlah nama “Partai
Indonesia Raya”. Nama yang sebenarnya tepat, namun sayang pernah
digunakan di masa lalu, yakni PIR (Partai Indonesia Raya) dan Parindra.
“Kalau begitu pakai kata GERAKAN, jadi Gerakan Indonesia Raya,” ucap
Hashim penuh semangat. Peserta rapat pun kemudian menyetujuinya. Selain
gampang diucapkan, juga mudah diingat: Gerindra, begitu bila disingkat.
Nah, setelah persoalan nama selesai, tinggal soal lambang. Lambang apa
yang layak digunakan?
Muncul ide untuk menggunakan burung
garuda. Namun, ini lambang yang sudah banyak digunakan partai lain.
apalagi simbol Pancasila yang tergantung di dada garuda, mulai dari
bintang, padi kapas, rantai, sampai kepala banteng dan pohon beringin,
sudah digunakan oleh partai yang ada sekarang. Untuk menemukan lambang
yang tepat, Fadli Zon mengadakan survei kecil-kecilan.
Hasilnya, sebagian masyarakat justru
menyukai bila Gerindra menggunakan lambang harimau. Harimau adalah
binatang yang sangat perkasa dan menggetarkan lawan bila mengaum. Namun,
Prabowo memiliki ide lain, yakni kepala burung garuda, ya hanya
kepalanya saja. Gagasan itu disampaikan oleh Prabowo sendiri, yang juga
disetujui oleh pendiri partai yang lain.
Maka jadilah Partai Gerindra yang kita
kenal sekarang. Perpaduan antara nama dan lambang yang tepat, sebab
keduanya menggambarkan semangat kemandirian, keberanian dan kemakmuran
rakyat. Kepala burung garuda yang menghadap ke kanan, melambangkan
keberanian dalam bersikap dan bertindak. Sisik di leher berjumlah 17,
jengger dan jambul 8 buah, bulu telinga 4 buah, dan bingkai gambar segi
lima yang seluruhnya mengandung arti hari kemerdekaan, 17-8-1945. Dalam
perjalanannya kemudian, terbukti, Gerindra mendapatkan tempat di hati
masyarakat, meski berusia muda. Ketika iklan kampanye gencar dilakukan,
burung garuda dan suaranya ikut memberi latar belakang sehingga
para penonton merasa tergugah dengan iklan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar